5 Alasan Arsene Wenger Tak Pernah Menang Dari Jose Mourinho

Waktu adalah obat paling mujarab. Arsene Wenger boleh saja memaafkan Jose Mourinho setelah menyebutnya voyeur – istilah untuk mereka yang suka mengintip - tetapi kenyataan bahwa Wenger belum bisa mengalahkan Mourinho adalah satu hal yang lebih menyakitkan.

Wenger dipaksa untuk menyaksikan timnya menjadi mandul seiring Chelsea menyusun skuat penuh dengan bakat-siap-pakai. Hasilnya? Dalam sembilan laga, Mourinho meraih lima kemenangan, empat hasil seri, sementara angka nol diberikan pada jumlah kemenangan Wenger.

Gaya Chelsea membangun sebuah tim jadi semacam kutukan bagi Wenger dan apa yang telah ia bentuk bersama Arsenal. Seperti telah diketahui, Wenger sempat terkenal irit dan suka mengembangkan bakat-bakat muda untuk ditempatkan ke tim utama nantinya.

Tapi hal itu tidak menjami kemenangan atau gelar dan dalam konteks itu, Chelsea jauh lebih unggul dengan budaya belanja mahal. Chelsea bahkan menghabiskan £59.850.000 di musim pertama kedatangan Jose Mourinho [2004/05]. Benar saja, di musim itu The Blues jadi kampiun Liga Primer Inggris.

Selasa (24/12) dinihari WIB, kedua klub London ini akan kembali bertemu. Apakah Wenger mampu mematahkan rekor buruk melawan Mourinho? Sebelum menyaksikan laga nanti, Goal Indonesia menyajikan lima alasan Wenger tak pernah menang dari Mourinho di laga-laga sebelumnya. Simak!

1. SKUAT MAHAL & KENYANG PENGALAMAN LEBIH UNGGUL

Pengalaman adalah guru terbaik. Kiranya pepatah tersebut selalu diamini saat Mou dan Wenger bertemu di lapangan. Jelas saja, sejauh ini skuat berpengalaman Chelsea –di bawah Mou- selalu sukses "menggurui" skuat muda Arsenal didikan Wenger.

Di saat Arsenal karya Wenger berusaha keras melahirkan bintang-bintang baru, Mourinho sibuk menata timnya dengan pembelian besar dan mendatangkan pemain kelas dunia yang siap pakai. Dampak nyata perbedaan filosofi pembangunan tim ini pun tampak jelas dalam pertemuan kedua tim di Final Piala Liga 2007.

Kala itu, Arsenal dipenuhi dengan pemain-pemain pabrik sendiri dan rata-rata pemain yang diturunkan berada di bawah 21 tahun. Di sudut lain, Mou datang dengan unit tangguh yang tersusun oleh bintang-bintang kelas internasional. Pembelian mahal seperti Ricardo Carvalho, Shaun Wright-Phillips, Michael Essien, Andriy Shevchenko, dan Didier Drogba diajukan untuk melawan Justin Hoyte, Armand Traore, dan pemain Young Gunners lainnya.

Hasilnya bisa diprediksi, skuat kenyang pengalaman keluar sebagai pemenang. Sebagai pelengkap, striker matang andalan Chelsea, Didier Drogba, jadi penentu kemenangan saat ia mencetak dua gol dalam kemenangan 2-1 itu. Wenger pun mengakui keunggulan pengalaman yang dimiliki lawan kala itu dan berkata, “Mereka sedikit lebih berpengalaman dan Drogba membuat perubahan.”

Pengalaman benar-benar berbicara dalam derby London ini.

2. MOURINHO PUNYA PENAWAR 'RACUN'

Filosofi permainan Arsenal yang diadopsi oleh Wenger umpama racun. Ia menyebar perlahan dan nantinya akan mempengaruhi, bahkan menguasai, semua lini. Gunners menginginkan penguasaan bola yang dominan dengan umpan pendek kaki ke kaki. Bola pun dibiarkan terus mengalir sembari mencari celah di lini belakang lawan sebelum mematikan lawan dengan gol-gol cerdasnya.

Kendati begitu, gaya bak racun yang sudah lama melanglang buana di Liga Primer ini seolah bertemu penawarnya ketika menantang Chelsea didikan Mourinho. The Special One selalu menerapkan gaya bermain negatif yang jelas sangat berlawanan dengan sepakbola indah Arsenal: tekel keras, bertahan sedalam mungkin, minim penguasaan bola, dan menyerang lewat serangan balik.

Arsenal benar-benar dibuat frustasi oleh Mourinho. Sebagai contohnya, laga EPL pada April 2005 yang berakhir imbang tanpa gol. Dalam laga itu, The Blues meredam tekanan Arsenal dan menerapkan disiplin tinggi, menjaga struktur formasi dengan baik. Itulah gaya main Chelsea sepanjang musim 2004/05, yang melahirkan 23 clean sheet dalam semusim.

Gaya main Arsenal boleh saja mematikan tim-tim lain dengan racun, tapi Mourinho selalu punya penawarnya: sepakbola pragmatis.

3. NON MULTA SED MULTUM

Bukan kuantitas, melainkan kualitas. Pepatah ini bisa jadi catatan di benak Wenger dalam laga kontra Chelsea versi Mourinho nanti malam. Satu lagi kelemahan, yang diakui pula oleh Mou dan Wenger sendiri, ialah efektivitas permainan Arsenal.

“Karena cara mereka mengendalikan laga di paruh pertama, saya sangat senang bisa meraih hasil imbang,” ujar Mourinho setelah laga pada Desember 2006 yang berakhir 1-1. “Di paruh pertama, mereka mendominasi penguasaan bola dan bermain dengan kualitas dan percaya diri, tapi saya tak ingat ada satu pun tembakan.”

Laga itu adalah laga pertama Ashley Cole berseragam biru dan menjamu Arsenal. Walau Arsenal menguasai seluruh lapangan, mereka tak mampu mengonversi dominasi mereka menjadi gol. Mathieu Flamini membawa Arsenal unggul sebelum Michael Essien menyamakan kedudukan dengan tendangan kerasnya.

“Kami memiliki penguasaan bola yang cukup untuk mencetak gol, tapi kami melewatkan sesuatu; kami harus lebih efisien,” ujar Wenger di lain kesempatan. Kisah yang sama diulangi, semoga saja alasan ini tidak kembali keluar di laga nanti malam.

4. KALAH DI UDARA

Duel udara selalu jadi masalah bagi Gunners. Kelemahan ini berkali-kali dieksploitasi oleh Chelsea yang didominasi pemain-pemain bertubuh besar dan kekar di setiap pertemuan mereka sejak 2004. John Terry, Michael Essien, Didier Drogba, adalah beberapa contohnya. Wenger pun seringkali kecolongan dan dirugikan dalam keadaan ini. Laga 2-2 di Highbury pada Desember 2004 – debut Mou melawan Arsenal - adalah salah satu contohnya.

Kala itu, Arsenal unggul lebih dulu lewat gol Thierry Henry, namun John Terry membobol gawang Manuel Almunia usai memanfaatkan sepak pojok. Henry kembali membawa Arsenal memimpin, tapi skor kembali imbang saat Eidur Gudjohnsen kembali memanfaatkan kelemahan Arsenal di udara.

Di sinilah kelemahan Arsenal terkuak. Usai laga, Le Professor mengakui kelemahannya, “Kami kebobolan lewat bola mati. Tapi kami memainkan beberapa pemain muda di [laga] itu dan kami terlalu kecil sebagai unit.” Yah, lagu lama kembali didendangkan, tapi hingga beberapa tahun ke depannya, duel udara masih jadi kelemahan Gunners.


5. KING DROGBA

“Saya tak tahu seberapa kangen Chelsea kepadanya [Drogba], tapi kami tak merindukannya. Ia memberikan banyak luka pada kami di setiap laga,” ujar Wenger setelah Drogba mencetak gol dalam Emirates Cup di London.

Pernyataan tersebut kiranya cukup untuk menjelaskan, seberapa besar luka yang ditimbulkan Drogba terhadap Arsenal. Memang, Drogba sudah jadi momok bagi Gunners sejak ia tiba di Stamford Bridge pada awal musim 2004/2005. Sepanjang karirnya, ia sudah menanam 13 gol dalam 14 pertemuan dengan Arsenal. Belum lagi, kala bersama Mourinho, Drogba benar-benar jadi ‘monster’.

Bersama The Special One, Drogba tiga kali menjadi penentu kemenangan The Blues kala melawan Gunners. Diawali dengan dua gol Drogba di Community Shield. Saat itu, Chelsea menerapkan permainan umpan jauh, semua bola selalu diarahkan kepada Drogba yang ada di lini depan. Arsenal tak berkutik, gol Cesc Fabregas setelah dua gol Drogba tercipta hanya sekedar menjadi konsolasi.

Gol semata wayang ke gawang Arsenal pada laga EPL di Agustus 2005. Gol Drogba ini sekaligus mengakhiri rekor tanpa-kemenangan Chelsea atas Arsenal sejak Februari 1995 di EPL – walau gol ini terbilang dinaungi kemujuran.

Drogba pun kembali jadi pahlawan saat ia membalas gol cepat Theo Walcott di Final Piala Carling, 2007. Penyerang Pantai Gading ini menyamakan kedudukan lewat gol kontroversial – antara off-side dan tidak - kemudian membalikkan keadaan dengan tandukannya (lagi-lagi bola atas).

Bersama Mourinho, Drogba selalu jadi kunci penting dalam derby London ini. Selain karena cedera engkel, penyerang kekar ini tak pernah absen di starting XI Mou. Teror yang ditebar olehnya pun tak main-main. Seperti telah diketahui, King Drogba sudah mencatatkan 13 gol ke gawan Arsenal dari total 14 pertemuan. Tak heran jika ia jadi salah satu alasan di balik rekor tak terkalahkan Mou dari Wenger.
0 Komentar untuk "5 Alasan Arsene Wenger Tak Pernah Menang Dari Jose Mourinho"
Back To Top